lembaran Hitam
Oleh : Anc4yimuet

Waktu yang terus berputar menempatkanku di tengah roda kehidupan, masa remaja. Masa yang berapi-api, kata Bang Roma Irama. Dan hari pun silih berganti selalu melangkahkan kakiku, terus berjalan menjalani kehidupan. Hingga aku mendapati diriku berada di tengah hiruk-pikuk aktifitas santri di Pondok Pesantren Al Falah.
Inilah asramaku, disinilah penjara sucikiu. Tapi… ada hitam di lembar putih hidupku, aku tak bisa menghapusnya dengan mudah, perlu sebuah perjuangan untuk itu, maukah kamu membantuku, teman?!
***




“Oi…, bagi-bagi pang rokoknya bro!” pinta Opek padaku.
“Bah… bamodal pang hidup,” jawabku ketus.
“Umay…., saisapan haja nah.” Opek sok manis.
“Gak usah layaw…!” kataku sambil menjauh dari Opek.
Dia tersinggung dan berkata, “Dasar pamalar! Okey, kuingati lah….”
“Hahahaha…” aku hanya tertawa penuh kemenangan.
Dengan penuh kenikmatan kuhembuskan asap rokok dari mulutku. Asapnya mengepul bergulung-gulung. Aku bingung mendapati diriku menjadi seperti ini. Bukankah aku tidak seperti ini dulunya? Apakah asrama Malik ini yang membuat aku berubah?! Bukan. Jawabannya ada pada diriku sendiri. Tapi apa diriku bisa menjawab?! Ah… sudahlah!
***
“Pulsa pang bro!” ujar Jani, salah satu pelangganku.
“Barapa handak?” tanyaku.
“Eh… lima ribu gin…,” jawab Jani akhirnya setelah sedikit berpikir.
“Nomor yang semalam jua kah, Jan?” tanyaku lagi.
“Hi’ih. Yang ngiitu pang,” jawabnya santai.
“Sudah takirim, tujuh ribu bro!” kataku menagih bayaran untuk pulsa yang sudah kuisikan.
“Nah, tukar!” ujar jani sambil pergi.
“Jual…. Wah, cair pulang nah…”
Ini adalah pelanggaran level A. Sebenarnya membawa HP ke pesantren ini adalah pelanggaran level C, tapi karena aku adalah Bandar pulsa, maka pelanggaran ini digolongkan ke level A. Luar biasa keren, bukan?! Hehehe…
Kau tahu, apa yang akan menimpaku bila aku ketahuan? Diberhentikan tentunya. Ini adalah resikonya, jadi jangan coba-coba ikuti langkah ku ya! Kecuali kamu sudah bosan hidup di pesantren ini.
***
Akhir-akhir ini para Ustadz dan Satpam sedang gencar-gencarnya memburu penjahat. Aku sebagai salah satu buronan besar, tentunya harus sangat berhati-hati. Tanpa diminta aku telah membuat poster buronan diriku sendiri. Aiiih…, Keren bukan buatan poster itu. Kepalaku dihargai 300 ribu rupiah. Hehehe… Cukup mahal untuk buronan dalam pesantren ini, kukira.
Kudengar, sudah ada lima orang santri yang ketahuan melanggar peraturan. Hahaha… Mereka lagi sial rupanya.
***
Walaupun aku ini penjahat, tetap saja ada peraturan yang sangat kuharamkan melanggarnya untuk diriku sendiri. Mau tahu apa? Ah, kamu memang selalu ingin tahu, kawan. Baiklah, aku mengharamkan diriku untuk loncat pagar. Walaupun ini hanya pelanggaran level B, tapi coba lihat akibat yang akan menimpaku bila loncat pagar, Mu’allim K.H. Muhammad Tsani sendiri yang berkata, “Siapa yang berani meloncati pagar itu, sama saja dia berani melangkahi kepala saya!”
Banyak sudah buktinya. Tak sedikit santri yang ‘katulahan’ karena berani meloncati pagar. Tahukah kawan, akibat ‘katulahan’ itu? Minimal, ilmunya tidak bermanfaat. Ah…, lebih baik tidak usah sekolah kalau Cuma akan mendapat ilmu yang tak bermanfaat. Jadi kuperingatkan, janganlah sekali-kali loncat pagar. Jika kawan sudah pernah, cepat-cepat taubat, minta maaf kepada Mu’allim. Terserah kawan mau mendengarkan atau tidak, aku hanya mengingatkan. Ya, walaupun aku sendiri penjahat.
***
“Say, ulun bulik dulu lah!” ujarku kepada Awal, pacarku.
“Bah, satumatnya, say?!” Awal merajuk.
“Ulun hauran di rumah. Kena ada ai pulang ulun baelang…,” jelasku.
“”Ayuha, mun kaya ngitu!” jawab Awal akhirnya setelah diam cukup lama.
“Ya, assalamu’alaikum!” ujarku sambil beranjak pergi.
“Wa’alaikum salam!” jawabnya juga sambil beranjak pergi dari ruang tunggu.
Aku melangkah keluar sambil melemparkan senyum kepada Satpam yang bernama paman Qomar itu. Dia balas tersenyum. Ini adalah aktifitasku tiap pulang bulanan, apel ke ruang tunggu santri puteri. Ya, menemui soulmate-ku lah…. Kok bisa? Emangnya di pesantren boleh pacaran? Ya nggak lah…! Ini termasuk pelanggaran level A. Aiiih, resikonya sama dengan Bandar rokok, diberhentikan. Keren bukan main ‘kan?
Kamu mau tau caranya? Ah, kali ini nggak usah, ya? Hehehe… Aku sendiri bingung, kenapa sangat mudah begini ketemuan. Apa mungkin pengawasnnya kurang? Ah, gak! Kamu tau kartu AS yang bisa bikin kamu dapat bolak-balik ke seberang sana? Aiiih…, pasti kamu nggak tau. Aku punya kartu itu. Mau tau? Gak usah layaw…!
***
Aku bingung. Hidupku benar-benar tak tenang. Kenapa ini, hatiku gelisah sekali. Asap rokok mengepul dari tadi, tapi aku tak merasakan lagi kenikmatan seperti biasanya. Hampakah hatiku ini? Ah…! Apa pun itu tolong jangan singgah di hatiku.
***
Aku tanya diriku
Apa yang kuharap dari hidup
Dia jawab padaku
Aku ingin kebahagiaan
Aku mau hidup bahagia

Aku tanya hatiku
Apa yang kumau?
Dia jawab padaku
Aku mau ketenangan

Tapi apa yang menusukku?
Sudah jauh salah langkahku
Tapi sebenarnya aku, hatiku
Bisa kembali demi kamu
***
Aku kembali melongo ketika kudapati diriku berada di makam Mua’llim, meminta ma’af dan berjanji akan berhenti merokok dan melanggar peraturan lainnya. Akankah aku mampu? Aiiih…, keren bukan main diriku ini. Aku bisa bangga pada diriku. Kawan, aku sudah menemukan jawaban dari pertanyaanku dulu. Bukan asrama Malik yang merusak dan mengubahku, melainkan nafsuku sendiri. Aku tau, biar seperti apapun tempatku, bila bukan kehendakku sendiri, aku takkan pernah terperangkap di dunia hitam itu. Jadi semua salahku, salahku semua, aku salah memilih. Tapi aku takkan pernah menyesali semua yang sudah terjadi. Terimakasih, Kawan! Mulai saat ini aku akan menjalani hidup yang wajar-wajar saja. Dan bahagia tentunya.[]


Label:
0 Responses